Wikipedia

Search results

Wednesday, 28 October 2020

Kawasan Ekowisata Hutan Mangrove Batukaras Pangandaran

 "Kawasan Ekowisata  Hutan Mangrove Batukaras  Kabupaten Pangandaran"

Aldi Nur Fadilah

Ilmu Pemmerintahann Universitas Galuh

aldinf25@gmail.com



Abstrak

Pariwisata dapat dianggap sebagai sebuah sistem yang memungkinkan wisatawan menikmati objek dan daya tarik wisata (ODTW) pada suatu wilayah. Kabupaten Pangandaran merupakan daerah otonomi baru yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2012 Tentang pembentukan Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat oleh Presiden Republik Indonesia Ke 5 Bapak DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono.

Sebagai Kabupaten Pariwisata, Pangandaran memiliki potensi alam wisata yang bernilai lebih. Karena jumlah kunjungan yang setiap tahun selalu mengalami peningkatan dari mulai kunjungan Pantai Pangandaran dan Green Canyon.Destinasi baru yang terus bermunculan seperti Kawasan hutan mangrove Batukaras. Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di sepanjang garis pantai di kawasan tropis. Luas hutan mangrove di Indonesia ialah 3,98% dari luas seluruh hutan Indonesia.

Latar belakang penelitian ini adalah adanya karakteristik atau ciri khas yang terdapat di Kawasan Hutan Mangrove Batukaras dan memiliki potensi sebagai kawasan ekowisata di Desa Batukaras Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran. Tujuan pokok dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik hutan mangrove dan potensinya sebagai kawasan ekowisata. Penelitian ini menggunakan Deskritif kualitatif dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat). Yaitu penelitian yang memiliki dasar diskriptif untuk mengungkapkan atau memahami fenomena-fenomena dengan lebih mendalam.

Pendahuluan

Latar belakang penelitian ini adalah adanya karakteristik atau ciri khas yang terdapat di Kawasan Hutan Mangrove Batukaras dan memiliki potensi sebagai kawasan ekowisata di Desa Batukaras Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran. Tujuan pokok dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik hutan mangrove dan potensinya sebagai kawasan ekowisata. Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di sepanjang garis pantai di kawasan tropis. Luas hutan mangrove di Indonesia ialah 3,98% dari luas seluruh hutan Indonesia. Meskipun persentasenya sangat kecil, namun hutan mangrove memiliki peranan yang sangat penting 

diantaranya ialah sebagai penyangga (buffer) (Harahab 2010), perikanan, dan penyimpan karbon (Donato et al.2012). Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terletak di antara dataran dan lautan sehingga letak topografi tersebut menjadikan hutan mangrove memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan hutan lainnya. Keunikan hutan mangrove dapat terlihat dari keanekaragaman fauna yang hidup di dalam hutan mangrove umumnya adalah dari jenis burung-burungan, serangga kecil, dan dari jenis makrozoobenthos (Harahab 2010).

Hutan Mangrove Batu Karas terletak di Dusun Sanghyang Kalang, Desa Batu Karas, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, merupakan Muara Sungai Cijulang yang langsung berhubungan dengan laut (Samudra Hindia). Pengaruh pasang surut sangat jelas terlihat. Hutan Mangrove Batu Karas dikenal sebagai Kawasan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) Batu Karas.

Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokwamas) Batukaras, Kabupaten Pangandaran, bertugas sebagai Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), termasuk mengawasi konservasi Mangrove, terumbu karang, penyu dan lainnya, berada di bawah naungan Dinas Kehutanan, Pertanian dan Kelautan (KPK) Kabupaten Pangandaran. Sejak bulan Desember 2013, Ade Supriatna, Kepala Seksi Sumber Daya Kelautan dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir bersama Pokwamas mulai mengidentifikasi daerah-daerah manggrove. Salah satu hutan manggrove yang sudah ada yaitu di Blok Cikalapa, Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.

Metode Penelitian

Metode Penelitian ini menggunakan Deskritif kualitatif dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat). Yaitu penelitian yang memiliki dasar diskriptif untuk mengungkapkan atau memahami fenomena-fenomena dengan meninjau langsung di lapangan secara bebas. Dan memanfaatkan media online dan sosial media untuk melihat pengembangan kawasan mangrove Batukaras dengan analisis SWOT sebagai berikut : 

 1.  Strength (Kekuatan)

Menjadi Kawasan favorite hutan mangrove Batukaras memiliki potensi yang sangat bagus. Sejak dibuka untuk umum pada tahun 2015. Hutan Mangrove Batu Karas dikenal sebagai Kawasan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) Batu Karas. Akses masuk yang dapat dijangkau dengan mudah. Memiliki spot berfoto yang banyak dari mulai pagi hingga sore hari. Bisa dijadikan tempat pembelajaran mangrove. Harga tiket yang terjangkau. Selain menjadi tempat rekreasi Mangrove dapat memberikan banyak manfaat bagi kehidupan yaitu, Mencegah Intrusi Air Laut, Mencegah Erosi dan Abrasi Pantai, Sebagai pencegah dan penyaring alami, Sebagai tempat hidup dan sumber makanan bagi beberapa jenis satwa, Berperan dalam pembentukan pulau dan menstabilkan daerah pesisir. Kawasan strategis yang langsung terhubung dengan Pantai Batukaras Akses jalan dapat dilakukan melalui jalur udara bandara Nusawiru dan Terminal Cijulang.

 2.  Weakness (Kelemahan)

Akses masih dapat dijangkau menggunakan mobil sampai pintu kawasan hutan Mangrove dengan jarak jalan kaki sekitar 10 menit. Fasilitas masuk yang masih tradisional. Belum dikelola baik oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pangandaran. Sehingga pendapatan untuk pemerintah daerah belum bisa masuk, karena masih dikelola masyarakat lokal. Minimnya SDM tentang pariwisata. Kurangnya informasi dan promosi daerah.

3.  Opportunity (Peluang)

Mengidentifikasi karakteristik hutan mangrove dan potensinya sebagai kawasan ekowisata. Dikelola baik oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran sebagai kawasan baru untuk disebarluaskan dan ditetapkan seagai destinasi buatan baru. Retribusi masuk ke daerah untuk memberikan pendapatan asli daerah. Perawatan dan pengelolaan hutan mangrove akan dilaksanakan dengan baik. Memberikan banyak manfaat bagi lingkungan Pantai dan manusia sendiri karena dapat mencegah. Mencegah Erosi dan Abrasi Pantai. Potensi menjadi destinasi wisata baru yang romantis. Dapat menjadi pusat penelitian akademis. Membuka luang pekerjaan bagi masyarakat sekitar sebagai pengelola lokal dan memberikan peluang berdagang di area masuk Hutan Mangrove. Ekonomi masyarakat terbantu. Menjadikan pengelolaan Hutan Mangrove menjadi swasta yang bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran. 

 4.  Threat (Ancaman)

Menimbulkan perebutan pengelolaan kawasan, karena terdapat di antara Desa Batukaras dan Desa Cijulang. Dengan adanya pengelolaan oleh pemerintah daerah memungkinkan untuk membagi kawsan hutan mangrove di Sanghyangkalang, Desa Batukaras dan Nusawiru, Desa Cijulang. Kebersihan lingkungan dengan banyaknya pengunjung yang datang. Keselamatan Pengunjung masih minim. Retribusi belum termasuk asuransi. 

Kekuatan dan Peluang Ekowisata

Keunggulan komparatif dan kompetitif objek dan daya tarik wisata (ODTW) merupakan kekuatan terbesar Indonesia dalam pengembangan wisata pada umumnya dan ekowisata pada khususnya. Indonesia kaya dengan atraksi alam dan budaya karena tingginya keanekaragaman hayati dan keragaman lanskap, selain itu, menurut Henderson (2009:201), Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17,000 pulau. Daya tarik wisata buatan juga sangat banyak, yang sebagian besar merupakan warisan-warisan bersejarah.

Industri pariwisata Indonesia juga berkembang dengan baik. Operator wisata tumbuh cukup pesat baik berskala lokal, nasional, maupun internasional. Beberapa operator wisata ternyata memiliki kepedulian terhadap konservasi kawasan. Contohnya, menurut Steenbergen (2013:208), operator wisata menyelam di Raja Ampat Papua mampu menempatkan diri sebagai pembela masyarakat lokal melawan kegiatan illegal fishing dan pengrusakan habitat.

Kecenderungan peningkatan jumlah wisatawan domestik sangat potensial dalam peningkatan pendapatan bagi usaha wisata, termasuk optimalisasi manfaat bagi konservasi dan masyarakat lokal. Menurut Fajarwati (2012) dalam Hengky (2013:123), industri pariwisata Indonesia mencapai 123 juta wisatawan pada tahun 2011 dan jumlah transaksinya mencapai sekitar 16.35 milyar USD (Faried 2011 dalam Hengky 2013:123). Tingginya minat wisatawan mancanegara terhadap ODTW 

yang dimiliki Indonesia merupakan peluang yang perlu ditangkap oleh pelaku wisata nasional dan lokal. Penyebaran paket-paket wisata di berbagai media informasi merupakan salah satu upaya promosi wisata yang penting dimanfaatkan. Media informasi yang paling diminati oleh wisatawan mancanegara adalah internet sebesar 68.71% dan leaflet/brosur sebesar 43.33% responden (PES 2012 dalam Ditjen PDP 2012:50) dikuti oleh TV sebesar 18.15% dan buku sebesar 15.77 persen.

Kelemahan dan Ancaman bagi Ekowisata

RIPPARNAS 2010-2025 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 belum mampu mengedepankan ekowisata sebagai paradigma kepariwisataan di Indonesia. Hengky (2013:126) telah menyarankan pemerintah untuk mendukung pariwisata berkelanjutan seperti wisata kawasan sakral Mbah Kyai Talka and Keramat Tukmudal di Jawa, serta Adam (1997:318) yang mendorong pemerintah untuk meningkatkan kapasitas masyarakat Tana Toraja dalam pengembangan wisata etnik.

Hengky (2011:88-89) juga menilai tidak adanya peran pemerintah dalam menjaga kawasan wisata pantai Anyer dari pembangunan berbagai hotel yang dinilai merusak nilai kawasan itu sendiri. Infrastruktur wisata Indonesia juga sering menjadi kelemahan utama dalam mendorong pengembangan ekowisata. Contohnya, Kuffel (1993:18) menyoroti kelemahan Pemerintah 

Batam sebagai destinasi wisata pada waktu dulu akibat kurang mampu menyediakan air bersih.Henderson (2009:206) juga menyebutkan bahwa sistem transportasi yang efisien sangat fundamental bagi keberhasilan pengembangan destinasi wisata secara berkelanjutan dan Indonesia dianggap kurangan memiliki biaya untuk investasi pengembangan transportasi publik.

Persepsi yang tidak seragam terhadap ekowisata sebagai konsep pariwisata ramah lingkungan dapat menjadi penghambat pengembangan ekowisata itu sendiri. Meskipun Hakim et al. (2011:91) telah menghitung nilai ekonomi ekowisata di Rawapening, namun prakteknya seringkali kurang sesuai dengan prinsip-prinsi pekowisata itu sendiri. Buktinya, Walpole dan Goodwin (2001:160) telah mengemukakan adanya ketidakadilan distribusi ekonomi di Kawasan Taman Nasional Komodo. Ancaman kerusakan ODTW alami juga dapat menghambat pengembangan ekowisata. Dari sisi sumber daya hutan saja, menurut Kemenhut (2012:20), tutupan hutan primer Indonesia diperkirakan hanya tinggal 46.5 juta ha dari sekitar 130 juta ha luas kawasan hutan di Indonesia. Perilaku negatif wisatawan juga dapat mengancam keberlanjutan ekowisata seperti perilaku wisata seks yang tidak sesuai dengan norma-norma lokal sebagaimana diulas oleh William et al. (2008:77-97) dan Demartoto (2013:93-102). Perilaku negatif juga seringkali diperlihatkan oleh pengelola kawasan dan masyarakat itu sendiri. 

Analisis SWOT untuk Strategi Ekowisata

Tabel 1




Berdasarkan faktor pendorong dan penghambat pengembangan ekowisata di Indonesia seperti diulas di atas, maka Tabel 1 menyajikan pilihan alternatif strategi yang dapat diambil. Pilihan-pilihan tersebut disesuaikan dengan konsep dan prinsip ekowisata itu sendiri. Strategi-strategi dirumuskan dengan mengkombinasikan kekuatan dan peluang dengan kelemahan dan ancaman. 

Berdasarkan analisis SWOT tersebut di atas, kita menawarkan 8 strategi yang harus dijalankan. Strategi-strategi tersebut adalah: (1) Pengembangan ekowisata partisipatif (2) Mendorong kebijakan dan politik keberpihakan, (3) Penerapan ecolabelling dan ecocertification secara konsisten, (4 ) Penguatan nilai-nilai dan partisipasi lokal, (5) Pemasaran ekowisata terintegrasi, (6) Metamorfosis mass tourism dan jenis wisata lainnya menjadi berkonsep ekowisata, (7) Kampanye ekowisata bertanggung jawab, dan (8) Evaluasi bersama dan transparan.

Hasil Pembahasan

Dilihat dari analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) dapat dibuktikan dengan baik. Dari penelitian ini dapat menilai bahwa potensi ekowisata Mangrove dapat menjadi destinasi yang terus dikembangkan dengan baik. Sehingga Kawasan Konservasi Hutan Mangrove Batukaras Kabupaten Pangandaran bisa dikelola dengan baik dan apik untuk menjadi Kawasan Ekowisata terbaru yang memberikan manfaat bagi lingkungan dan juga kehidupan.

Menurut Wood (2002:10),

komponen ekowisata itu adalah: (1) kontribusi terhadap konservasi biodiversitas, (2) keberlanjutan kesejahteraan masyarakat lokal, (3) mencakup interpretasi/pengalaman pembelajaran, (4) melibatkan tindakan bertanggung jawab dari wisatawan dan industri pariwisata, (5) berkembangnya usaha skala kecil, (6) menggunakan sumber daya baru dan terbarukan, dan (7) fokus pada partisipasi masyarakat, kepemilikan, dan kesempatan usaha, khususnya bagi masyarakat pedesaan. Strategi-strategi yang dikembangkan berdasarkan analisis SWOT merupakan representasi dari kombinasi komponen ekowisata tersebut.

Hutan Mangrove Batu Karas terletak di Dusun Sanghyang Kalang, Desa Batu Karas, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, merupakan Muara Sungai Cijulang yang langsung berhubungan dengan laut (Samudra Hindia). Pengaruh pasang surut sangat jelas terlihat. Hutan Mangrove Batu Karas dikenal sebagai Kawasan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) Batu Karas.

Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokwamas) Batukaras, Kabupaten Pangandaran, bertugas sebagai Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), termasuk mengawasi konservasi Mangrove, terumbu karang, penyu dan lainnya, berada di bawah naungan Dinas Kehutanan, Pertanian dan Kelautan (KPK) Kabupaten Pangandaran.

Sejak bulan Desember 2013, Ade Supriatna, Kepala Seksi Sumber Daya Kelautan dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir bersama Pokwamas mulai mengidentifikasi daerah-daerah manggrove. Salah satu hutan manggrove yang sudah ada yaitu di Blok Cikalapa, Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran. Untuk membuktikan potensi ekowisata mangrove batukaras Bisa dilihat dari Koordinat PRPM Batu Karas berada pada S7.72013 E108.49680. Untuk lebih jelasnya, lokasi PRPM Batu Karas dapat dilihat pada ilustrasi peta dari Google Earth berikut :







PRPM Batu Karas dapat dijangkau dari Pantai Batu Karas. Selain itu, dapat juga dijangkau dari Dermaga Green Canyon, Bandara Nusawiru atau Bojong Salawe.Berikut adalah gambar google earth :






Rute pertama, dari Pantai Batu Karas, dapat masuk ke Jalan Sanghyang Kalang, belok ke arah Utara pada koordinat S7.74652 E108.49559. Masuk jalan cor sampai mentok ke area parkiran PRPM yang dapat di tempuh oleh 1 mobil saja.

Rute Kedua, dari Dermaga Green Canyon. Apabila melalui jalur ini, akan menikmati panorama sungai Cijulang yang akan sangat bening ketika musim kemarau.

Rute Ketiga, Rmasuk ke arah Bandara Nusawiru. Setelah sampi ke Bandara Nusawiru, dapat menyeberang ke PRPM Batu Karas menggunakan perahu. 

Rute keempat, dapat dijangkau dari Parigi. Belok di persimpangan arah Bojong Salawe pada koordinat S7.70524 E108.49321 ke arah Timur. Ikuti terus jalan sampai mentok ke Dermaga Bojong Salawe. Selanjutnya menyeberang menggunakan perahu ke PRPM Batukaras. Kawasan Eko Wisata Hutan Mangrove PRPM Batu Karas ini dibuka pada bulan Desember 2015.

Perspektif Perjalanan ke Kawasan Alami Ekowisata menurut pengertian ahli :

Pengertian ekowisata yang dirumuskan dalam konteks perjalanan ke kawasan alami seperti dirangkum oleh Drumm dan Moore (2005:15) dan Wood (2002). Definisi yang pertama kali diterima secara luas adalah definisi yang diberikan oleh The International Ecotourism Society pada tahun 1990, yaitu:

“Ekowisata adalah perjalanan bertanggung jawab ke kawasan alami untuk mengkonservasi  lingkungan danmemperbaiki kesejahteraan masyarakat lokal”

David Bruce Weaver, seorang pengajar pada Fakultas Manajemen Pariwisata dan Perhotelan Universitas Griffith mendefinisikan ekowisata sebagai suatu bentuk wisata, sebagai berikut :

“Ekowisata adalah suatu bentuk wisata berbasis alam yang berupaya melestarikannya secara ekologis, sosial budaya, dan ekonomi dengan menyediakan kesempatan penghargaan dan pembelajaran tentang lingkungan alami atau unsur-unsur spesifik lainnya” (seperti ditulis dalam Weaver 2001:105).

Perspektif Konsep dan Implementasi yang Berbeda Western (1993:8) juga mencoba menegaskan konsep dan implementasi ekowisata sebagaimana telah ditulisnya sebagai berikut:

“Ekowisata adalah hal tentang menciptakan dan memuaskan suatu keinginan akan alam, tentang mengeksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan, dan tentang mencegah dampak negatifnya terhadap ekologi, kebudayaan, dan keindahan”

(Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan, Ferdinal Asmin, dimulai dari konsep sederhana, 2017) 


Kesimpulan 

Berdasarkan penelitian di atas  bahwa Restorasi dan Pembelajaran Mangrove Batukaras Kabupaten Pangandaran dapat dikembangkan menjadi Ekowisata Hutan Mangrove sesuai kategori Menurut Wood (2002:10), komponen ekowisata itu adalah: (1) kontribusi terhadap konservasi biodiversitas, (2) keberlanjutan kesejahteraan masyarakat lokal, (3) mencakup interpretasi/pengalaman pembelajaran, (4) melibatkan tindakan bertanggung jawab dari wisatawan dan industri pariwisata, (5) berkembangnya usaha skala kecil, (6) menggunakan sumber daya baru dan terbarukan, dan (7) fokus pada partisipasi masyarakat, kepemilikan, dan kesempatan usaha, khususnya bagi masyarakat pedesaan. 

Daftar Pustaka 

Jurnal Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan, Ferdinal Asmin, dimulai dari konsep sederhana, 2017. 

 https://republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/04/22/ootigl384-mangrove-bisa-dikembangkan-menjadi-ekowisata di akses 28 Oktober 2020

 http://repositori.unsil.ac.id/946 di akses 28 Oktober 2020

 https://gpswisataindonesia.info/2019/06/hutan-mangrove-batu-karas-cijulang-kabupaten-pangandaran-jawa-barat di akses 28 Oktober 2020


https://www.cicuit.my.id/2016/09/menikmati-wisata-alam-hutan-mangrove.html?m=1 di akses 28 Oktober 2020 


No comments:

Post a Comment

Dunia Sastra

Menciptakan Kebahagiaan Pada Hal Sederhana

Ada banyak orang yang merasa tidak bahagia akan kondisi hidupnya.  Hawatir dengan keadaannya saat ini membuat pikirannya nega...

Dunia Sastra